Urgensi Jihad Dan Bagaimana Seharusnya Ummat Bersikap
Dalam bukunya Trilogi Serial Kebangkitan Jihad Di Indonesia, Ustadz Abu Jaisy Al Ghareeb mengutip isi tulisan dari Forum Islam Al Busyro yang berjudul Urgensi Jihad dan Bagaimana Seharusnya Ummat Bersikap, dengan beberapa penambahan dan pengurangan seperlunya. Berikut inti sari alias ringkasan dari uraian beliau yang telah disesuaikan untuk menjadi pelajaran bagi ummat Islam dalam menyambut dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik, Insya Allah!
Siapa Ummat Yang Dimaksud?
Dijelaskan bahwa sebelum pembahasan lebih lanjut, perlu dipahami definisi ummat yang kita maksud dalam tulisan ini. Ummat yang kita maksud di sini adalah : “ummat Islam di negeri ini yang telah faham tauhid yang benar dan telah faham bahwa hukum jihad hari ini adalah fardhu’ain “. Karena yang akan kita bahas di sini adalah berdasarkan fakta yang terjadi pada ummat dengan definisi di atas. Jadi bukan ummat dalam arti yang umum dan luas.
Kesedihan dan keprihatinan kami melihat kondisi ummat yang seharusnya saling menguatkan namun kenyataanya adalah sebaliknya, sedang terjadi kemunduran dan berkurangnya kekuatan di sana sini akibat dari salah dalam menyikapi ujian dari Alloh Swt, membuat kami mencoba menyumbangkan pemikiran yang semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Wallohul Musta’an.
Ikhwah sekalian yang semoga dirahmati Alloh ……
Hukum jihad yang telah menjadi fardhu’ain pada hari ini semua telah sepakat. Tapi jika ditanyakan apakah amaliyah jihad bisa dan boleh dilakukan di mana ada musuh yang bisa diserang, di sinilah mulai timbul syubhat dan perdebatan. Segolongan orang berpendapat boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja baik oleh perorangan maupun berkelompok dan segolongan yang lain berpendapat harus nunggu sampai semua syarat yang mereka tetapkan terpenuhi. Dua kubu inilah yang di kemudian hari saling berbenturan dan buruknya menjadikan kita berlarut-larut dalam perdebatan dan justru melupakan bahwa musuh selalu mengembangkan strategi makarnya, mengakibatkan melemahnya ukhuwah dan solidaritas, dan juga timbulnya saling su’uzhon.
Mari kita coba uraikan pokok persoalan ini. Selama ini kami melihat perbedaan di atas muncul dari perbedaan melihat apakah sebuah amaliyah jihad itu termasuk jihad dalam rangka memperoleh tamkin (kekuasaan) atau hanya baru bersifat difa’i (pembelaan). Kita mulai pembahasannya berikut ini.
Sejak jatuhnya Andalusia ke tangan penjajah kafir, sejak saat itu jihad menjadi Fardhu ’ain sampai kita bisa mengembalikan atau membebaskan kembali seluruh tanah negeri Islam ke dalam kekuasaan kaum Muslimin. Terlebih lagi setelah runtuhnya benteng terakhir ummat Islam yaitu runtuhnya khilafah Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924.
Peran khilafah Islamiyah yang selama ini bisa melindungi ummat dari makar keji musuh-musuh Islam telah sirna pula, sehingga sejak saat itu pula ummat Islam menjadi bulan-bulanan, sasaran makian, hujatan, cacian, pelecehan, pembesihan etnis, dll dll… tidak ada satu kekuatan pun yang mampu menjadi pembela. Hingga akhirnya Alloh mulai turunkan pertolongannya dengan terbukanya front jihad di Afghanistan pada thn 80 an. Jihad Afghan telah membuka mata dunia bahwa sebenarnya kaum Muslimin itu sangat kuat, terbukti dengan runtuhnya Uni Sovyet yang tidak mampu menghadapi Mujahidin.
Singkat cerita, akibat makar musuh, buah jihad yang hampir busuk itu diselamatkan Alloh dengan adanya Thaliban. Ruh jihad yang bermula dari Afghan dan dibawa ke seluruh dunia oleh para Mujahidin diupayakan untuk disatukan dan dimanajemen oleh sebuah tandhim yang paling menakutkan bagi musuh yaitu AL QAIDAH menjadi satu kekuatan global tanpa batas negara yang bisa berada di mana saja dan menyerang kapan saja. AQ telah menjelma menjadi kekuatan pembela ummat dan pemukul bagi musuh-musuh, contohnya terlalu banyak untuk disebutkan. Silahkan antum cari sendiri. Bisa berada di mana saja dan menyerang kapan saja adalah ciri khas Al Qaidah.
Semua itu dalam rangka memenuhi dua kewajiban amanah yang harus ditunaikan, yaitu amanah untuk membela kaum Muslimin yang tertindas sekian lama dan amanah membentuk satu tatanan dunia yang kuat yang sesuai dengan manhaj nubuwwah. Artinya, jihad hari ini adalah bersifat pembelaan sekaligus juga bagian dari jihad untuk memeperoleh tamkin (memperoleh kekuasaaan).
Yang harus kita pahami adalah untuk bisa beralih pada tahap tamkin, maka pada fase jihad pembelaan ( difa’i) kita harus bisa menimbulkan kerugian yang sebesar-besarnya pada musuh, melemahkan kekuatan mereka selemah-lemahnya, hingga ketika kita ajak ummat yang lebih luas lagi untuk berjihad tidak ada alasan lagi kekuatan kita belum cukup, musuh terlalu kuat, dst dst…!!!!
Mempersiapkan Diri Mendukung Jihad Menuju Tamkin
Ikhwatiyal kirom…
Memang benar, tujuan akhir yang ingin diperoleh adalah tamkin. Namun jangan lupa, ummat perlu tarbiyah dan contoh amal nyata bahwa ummat ini masih memiliki pembela yang mampu menggentarkan musuh, juga butuh contoh nyata aksi pembelaan atas kedhaliman dan kekejaman musuh terhadap mereka selama ini. Selain itu, amaliyah jihad difa`i juga berfungsi sebagai kawah ujian dan latihan untuk mengembangkan kemampuan tempur dan strategi Mujahidin. Jadi, untuk dapat melakukan jihad untuk tamkin maka jihad difa’i harus dilakukan sebanyak mungkin dengan target melemahkan kekuatan musuh selemah-lemahnya, sehingga ketika jihad tamkin diserukan kepada ummat tidak ada alasan lagi bahwa musuh terlalu kuat dst dst…karena terbukti bahwa musuh itu berhasil dilemahkan.
Setelah kita paham bahwa amaliyah jihad selama ini di negeri ini adalah bersifat difa’i, maka seharusnya kita sepakat menjadi bagian dari barisan pendukung jihad dan Mujahidin, bukan malah dengan menimbulkan fitnah koreksi terhadap suatu amaliyah yang kemudian ditanggapi dengan berlebihan pula oleh para pendukung amaliyah.
Wallahu’alam bis showab!
M Fachry
Read more: http://al-mustaqbal.net/editorial/al-mustaqbal-today/urgensi-jihad-dan-bagaimana-seharusnya-ummat-bersikap/#ixzz2K5tNPnOP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar