Kamis, 10 Januari 2013

pentingnya gerakan jihad dan daulah islam

Pentingnya Gerakan Jihad Dan Daulah Islam




Jama’ah-jama’ah jihad berdiri di atas pilar-pilar, dimana setiap pilar di dalamnya cukup untuk menjadikan hakarah-harakah tersebut wajib ada dan wajib muncul. Supaya kaum Muslimin mengetahui bahwa bergabung dengan jama’ah-jama’ah tersebut bukan hanya sekedar kembang kata, atau trend semata, tapi ia wajib bagi setiap Muslim.
Seorang Muslim wajib beramal dalam amal jihadi, boleh jadi dengan menyeru ummat untuk berjihad, atau menyiapkan diri untuk berjihad, atau beramal dengannya. Kewajiban ini tidak akan pernah berhenti kecuali dengan dalil syar’i yang khusus, yakni keadaan orang tersebut yang tergolong Ash-haabul A’dzaar (orang yang memperoleh udzur), yang mana syara’ yang mulia telah memberikan udzur kepada mereka. Ide gagasan apapun di alam wujud ini tidak mungkin bekerja sendiri dalam kehidupan kecuali melalui jama’ah, karena jama’ah adalah batu pertama bagi pekerjaan apapun ataupun tugas apapun.
Lalu, apa yang mewajibkan adanya harakah-harakah jihad di dunia Islam? Syekh Abu Qotadah Al Philistin menjelaskan dalam Al Jihad wal Ijtihad, bahwa yang dimaksud dengan harakah-harakah jihad adalah jama’ah-jama’ah yang berjihad di dalam wilayah negeri Islam yang terampas, bukan di luarnya. Mereka adalah jama’ah-jama’ah yang berjihad dan berjuang mengembalikan modal, ini bukan berarti mengingkari yang lain. Akan tetapi pembicaraan kita tentang Jihad Da’fu (defensive), dai dia adalah jihad yang wajib bagi setiap Muslim. Adapun hal-hal yang mengharuskan adanya harakah-harakah jihad di negeri-negeri murtad (dari keIslaman) adalah sebagai berikut :
Mengembalikan ikatan yang menyatukan ketercerai-beraian ummat Islam, yakni Daulah Khilafah yang telah hilang. Tatkala Khilafah Islam runtuh, maka ikatan ummat terlepas, sehingga mereka tidak berhak lagi menyandang predikat sebagai ummat. Memang benar di sana ada orang-orang Islam di berbagai negeri di belahan dunia, di sana ada rakyat awam dan ada para pemimpin, ada orang-orang berilmu dan para ahli hujjah, ada kaum lelaki dan kaum wanita, ahli dzikir. Akan tetapi mereka semua tidak masuk sama sekali dalam predikat sebagai ummat. Tidaka ada di sana ummat Islam, oleh karena pilar penopang keberadaan ummat yang pertama tidak ditemukan di antara potongan-potongan yang terserak serak ini, tiada ikatan penghubung dan tiada tali penyatu, yakni yang kami maksud disini adalah wujudnya Daulah (negara). Kaum Muslimin tidak mempunyai daulah, tidak memiliki kekuasaan yang kokoh dan tidak memiliki kekuatan pengawal.
Harus diingat bahwa jama’ah-jama’ah jihad bukanlah jama’ah-jama’ah yang cuma memanggul senjata, tapi mereka adalah adalah jama’ah-jama’ah tajdid (yang melakukan pembaharuan) terhadap ajaran-ajaran agama yang telah hilang. Mereka adalah jama’ah-jama’ah tajidid, yakni mengembalikan potret Islam kepada keadaannya semula, dan ia adalah sesuatu yang baru pada awalnya.
Jihad Dan Daulah Islam Di Masa Mendatang
Daulah yang didambakan yang kelak berdiri melalui jalan jihad adalah daulah satu-satunya yang memiliki kesyar’iyan (keabsahan menurut syar’i) dan ialah daulah yang akan mengungkapkan dengan benar tentang hakikat agama ini.
Daulah Islam di masa mendatang tidak sebagaimana persangkaan orang-orang rasionalis yang mempersepsikannya seperti bentuk negara sekuler di masa kini, dengan segenap struktur dan institusi yang ada di dalamnya. Mereka hanya menjadikan daulah tersebut sebagai daulah Islam hanya dengan menyemprotkan sejumlah warna-warna pucat pada strukturnya, untuk menyempurnakan warna celupannya dengan celupan-celupan Islam. Berdasarkan pola pemikiran seperti ini, maka mereka menghadapi sejumlah pertanyaan-pertanyaan penting tentang bentuk Daulah Islam. Mereka akhirnya berupaya menyamakan antara Daulah Islam dengan negara sekuler masa kini yang didirikan melalui jalan demokrasi dan multi partai.
Syekh Abu Qotadah melanjutkan, sesungguhnya daulah satu-satunya yang memiliki kesyar’iyan dan merepresentasikan potret Islam yang benar dan berisi esensinya adalah daulah yang berdiri melalui jalan jihad (qital).
Jadi, kalau ada yang bertanya, ‘Sekiranya ditakdirkan bagi satu upaya perjuangan demokrasi bisa mengantarkan Islam ke tampuk kekuasaan, maka apakah ini berarti bahwa pemerintahan itu tidak bisa disebut sebagai pemerintahan Islam?”
Maka Syekh Abu Qotadah menjelaskan, bahwa patut untuk diketahui bahwa daulah Islam yang hilang tidak akan tegak dengan cara syirik ini (demokrasi). Orang-orang Islam demokrat itu hendaknya mengekang kendali lamunan mereka untuk bisa meraih kebaikan atau sebagiannya melalui jalan parlemen dan demokrasi.
Maka, ketika diulang pertanyaan apakah jika sekelompok ummat sampai ke tampuk kekuasaan melalui cara demokrasi dan memberlakukan syari’at, maka apakah pemerintahan tadi menjadi pemerintahan Islam dengan cara tersebut? Maka jawabannya tegas, TIDAK! Karena setiap hukum, meski bersesuaian dengan syari’at Islam dalam definisi  dan sifatnya, tapi ia diwajibkan lewat jalan parlemen dan pilihan rakyat, maka ia sekali-sekali belum dikatakan sebagau hukum Islam, tapi ada adalah hukum thoghut kafir!             Wallahu’alam bis showab!     AL  MUSTAKBAL.NET

Tidak ada komentar:

Posting Komentar